studi islam era disrupsi dan era globalisasi
PENDEKATAN STUDI ISLAM DALAM ERA DIRUPSI PENDIDIKAN DAN MILENIAL
DALAM MENGEMBANGKAN SIKAP PESERTA DIDIK
DI MADRASAH IBTIDAIYYAH
Guna memenuhi tugas mata kuliah
Pendekatan dan Metode Studi Islam
Dosen pengampu : Prof. Dr. Zakiyuddin Baidhawi, M. Ag
OLEH :
NAMA : ASA ANFAIDA
MASSLINA
NIM :12020170021
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEPENDIDIKAN
PROGRAM STUDI PASCA SARJANA PGMI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA
TAHUN 2018
KATA PENGANTAR
Dengan
mengucapkan Alhamdulillah puji
dan syukur ke hadirat Allah SWT, akhirnya penyusun dapat menyelesaikan tugas ini,
yang berjudul “PENDEKATAN
STUDI ISLAM DALAM ERA DIRUPSI PENDIDIKAN DAN MILENIAL DALAM MENGEMBANGKAN SIKAP
PESERTA DIDIK DI MADRASAH IBTIDAIYYAH”.
Penyusun
menyadari sepenuhnya bahwa tugas ini masih jauh dari kesempurnaan dan masih
banyak kekurangannya, hal ini dikarenakan keterbatasan waktu, pengetahuan dan
kemampuan yang dimiliki penyusun, oleh karena itu penyusun sangat mengharapkan
adanya saran dan kritik yang sifatnya membangun untuk perbaikan dimasa yang
akan datang.
Pada
kesempatan ini, penyusun mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu terselesaikannya tugas ini, semoga Allah SWT, membalas amal
kebaikannya. Amin.
Dengan
segala pengharapan dan doa semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi
penyusun khususnya dan bagi pembaca umumnya.
Salatiga,
6
Juni 2018
Penulis
DAFTAR ISI
JUDUL …………………………………………………………………………………….. 1
KATA PENGANTAR ……………………………………………………………………...
2
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………………….3
BAB I PENDAHULUAN …………………………………………………………………..4
A.
Latar belakang ……………………………………………………………….4
B.
Rumusan Masalah ……………………………………………………………….5
C.
Tujuan dan manfaat ……………………………………………………….5
BAB II PEMBAHASAN
A.
Pendekatan
studi Islam di era disrupsi..................................................................6
B.
Pendekatan
studi Islam dalam era milenial..........................................................8
C.
Hubungan
Era disrupsi pendidikan dan Era millenial dengan
sikap peserta didik MI..........................................................................................12
BAB III PENUTUP ………………………………………………………………………
.16
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………………….17
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Fakta-fakta di lapangan menunjukkan bahwa sistem
pengelolaan pendidikan di Indonesia masih banyak menggunakan cara - cara
konvensional dan lebih menekankan pengembangan kecerdasan dalam arti yang
sempit dan kurang memberi perhatian kepada mengembangan bakat kreatif peserta
didik. Padahal kreativitas di samping bermanfaat untuk mengembangan diri anak
didik juga merupakan kebutuhan akan perwujudan diri sebagai salah satu
kebutuhan paling tinggi bagi manusia[1].
Diantara pemikiran A. Malik Fajdar
yang menarik adalah bahwa ia mengatakan: “saat ini lembaga-lembaga pendidikan
Islam harus mendesain model-model pendidikan alternatif yang sesuia dengan kebutuhan
perkembangan sekarang ini. Muncul pertanyaan model-model pendidikan Islam yang
bagaimana? Yang diharapkan dapat menghadapi dan menjawab tantangan perubahan
yang terjadi dalam kehidupan masyarakat baik sosial maupun kultural menuju
masyarakat Indoneisa baru .... pendidikan Islam adalah pendidikan yang
idealistik, yani pendidikan yang intergralistik, humanistik, pragmatik dan
berakar pada budaya kuat”[2].
Perubahan yang akan terjadi pada
abad ke -21 menurut Trilling and Fadel adalah :
a.
Dunia
yang kecil, karena dihubungkan oleh teknologi dan transportasi.
b.
Pertumbuhan
yang cepat untuk layanan teknologi dan media informasi.
c.
Pertumbuhan
ekonomi global yang mempengaruhi perubahan pekerjaan dan pendapatan.
d.
Menekankan
pada pengelolaan sumber daya air, makanan dan energi.
e.
Kerjasama
dalam penanganan pengelolaan lingkungan.
f.
Peningkatan
kemanan terhadap privasi, keamanan dan teroris
g.
Kebutuhan
ekonomi untuk berkompetisi pada persaingan global[3].
Dari gambaran diatas dapat disimpulkan bahwa Pendidikan
sebagai bagian dari usaha untuk meningkatkan taraf kesejahteraan kehidupan
manusia merupakan bagian dari pembangunan nasional. Menghadapi
perubahan-perubahan dalam era reformasi serta proses globalisasi juga
mempengaruhi kehidupan, maka diperlukannya suatu visi dan pendidikan yang
terarah. Visi dan rencana yang terarah tersebut tidak lain dari pada visi dan
rencana strategis pendidikan nasional. Dalam rangka untuk menyusun visi dan
rencana strategis pembangunan pendidikan nasional maka diperlukan suatu
pemahaman mengenai peta permasalahan dewasa ini. Inti daripada pembangunan
pendidikan nasional adalah upaya pengembangan sumber daya manusia yang unggul
dalam rangka mempersiapkan masyarakat dan bangsa menghadapi masa pengetahuan (knowledge age) sebagai
era yang kompetitif. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut maka managemen
pendidikan nasional yang efisien, professional serta bersih merupakan prioritas
yang utama. Manajemen pendidikan yang professional akan dapat meningkatkan
ketahanan nasional yang akan mendapat ujian berat dalam masa pengetahuan (knowledge age) serta
usaha untuk meningkatkan kesadaran terhadap kesatuan dan persatuan bangsa di
dalam rangka wawasan nusantara. Kesatuan antara keseluruhan fase-fase
perkembangan peserta didik di dalam lingkungan kehidupannya yang semakin meluas
pada masa pengetahuan (knowledge
age) memerlukan pula suatu perencanaan pendidikan dan
pelatihan yang efektif dan efisien. Berkaitan dengan perencanaan pendidikan
tersebut maka otonomi penyelenggaraan pendidikan merupakan suatu keharusan yang
sesuai dengan tekat dan usaha untuk semakin memberdayakan masyarakat. Betapa
peran pendidikan di dalam membangun suatu bangsa terutama dalam menghadapi masa
pengetahuan (knowledge
age) telah diakui sejak perumusan undang-undang dasar
1945. Tanpa bangsa yang cerdas tidak mungkin bangsa itu ikut serta dalam
persaingan kehidupan masa pengetahuan (knowledge age).
B.
Rumusan
masalah
1.
Bagaimana
pendekatan studi islam di era disrupsi?
2.
Bagaimana
Pendekatan Studi Islam dalam Era Milenial?
3.
Bagaimana
hubungan Era Disrupsi Pendidikan dan Era Milenial dengan Sikap Peserta Didik MI
C.
Tujuan
D.
Mengetahui
pendekatan studi Islam di era disrupsi.
E.
Mengetahui
pendekatan studi Islam dalam era milenial.
F.
Mengetahui
hubungan Era disrupsi pendidikan dan Era millenial dengan sikap peserta didik
MI.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pendekatan
Studi Islam Era Disrupsi Pendidikan
Menurut KBBI daring, disrupsi artinya hal tercabut dari akarnya.
Tercabut dari akarnya berarti terlepas dari akarnya atau bebas tidak terbatas,
bisa kemana-mana. Era disrupsi adalah suatu zaman yang diwarnai oleh perilaku
inovasi, dan perubahan yang sangat cepat yang berdampak pada organisasi dan
kehidupan masyarakat luas. Pada era ini, suatu badan, lembaga, organisasi,
perkumpulan, atau apa namanya yang berbentuk aliansi akan segera mati, bila
tidak melakukan perubahan sistem, pola, strategi, cara, metode yang sesuai
dengan perkembangan IPTEKS dan kebutuhan masyarakat global[4].
Dalam dunia pendidikan tidak terbebbas dari perubahan besar yang
sedang berlangsung. Beberapa perubahan memberikan harapan, sedangkan yang lain
merupakan ancaman bagi bentuk pembelajaran tradisional. Tapscott meramalkan ada
enam pendidikan baru di era digital seperti :
a.
Belajar
dan bekerja akan cenderung menjadi satu hal. Dalam tata ekonomi lama, keahlian
dasar seorang pekerja industri, tukang batu, atau supir bus relatif tetap.
Paling-paling berbeda sedikit untuk lokasi atau kendaraan yang berbeda.
Komponen belajar dari pekerja relatif kecil. Tetapi dalam tat ekonomi baru,
kompoenen belajar dari angkatan kerja sangat besar. Seorang ahli riset
genetika, software developer, manager bank, konsultan, wirausaha, atau asisten
dosen, pada waktu bekerja mereka juga sekaligus belajar hal-hal baru.
b.
Belajar
akan menjadi tantangan seumur hidup
Dalam tata ekonomi lama, hidup
terbagi dua kedalam masa belajar dan masa bekerja, setelah lulus, tantangan
bagi seorang sarjana adalah cukup dengan mengikuti perkembangan ilmu dibidang
spesialisasinya. Nanti, setiap orang harus melengkapi terus menerus
kemampuannya dengan ilmu-ilmu baru yang tida memiliki arti besar. Louis Ross,
Chief tehnical officer dari Ford Motor co., mengatakan kepada kelompok
mahasiswa teknik bahwa pengetahuan adalah ibarat susu, yang mempunyai masa
kadaluwarsa. Ilmu teknik yang didapat di perguruan tinggi masa kadaluwarsa
adalah 3 tahun, kalau pengetahuan itu tidak diperbaharui dan disegarkan
seluruhnya, dia akan segara busuk bagaikan susu yang masam. Separuh dari ilmu
pengetahuan yang diperoleh pada tahun pertama kuliah akan sudah kadarluwarsa
pada saat wisuda, ujar Richard Soderberg dari Nationla Technological University.
Maka belajar haruslah menjadi proses
seumur hidup. Sebagaimana sabda Rosullah Saw. “ Utlubul ilma minal mahdi
ila’lahdi” Tuntutlah ilmu dari buaian hingga laing lahat.
c.
Belajar
tidak lagi harus di sekolah atau universitas
Sejarah Islam mencatat bahwa
Universitas Islam tertua Al-Azhar, melaksanakan proses pembelajaran dimasa
awalnya adalah di masjid, gratis, guru
tidak dibayar dan mahasiswa tidak membayar. Baru pada awal abad ke XX, para
pengajar di Al-Azhar digaji 6 pound Mesir sebulan, (Bilgrami, 1986). Di Eropa,
pendidikan tinggi, mula-mula dilaksanakan dan dibiayai oleh gereja, lalu
bergeser ke pemerintah, kemudian bergeser lagi kepundak dunia bisnis, karena
merekalah yang pada ujungnya harus melatih pekerja yang berpengetahuan . Di era
digital, dunia bisnis harus sekaligus menjadi sekolah, kalau mau menang
bersaing. Sebab ekonomi baru adalah ekonomi pengetahuan dan belajar menjadi
aktivitas dan kehidupan sehari-hari. Pendidikan dan pelatihan intern perusahaan
sudah meningkat 100 kali lebih cepat dari pada pertumbuhan kampus konvensionil
antara 1960-1990 di Amerika Serikat.
d.
Lembaga
pendidikan lambat menyesuaikan diri
Teknik eknik belajar mengajar pada lembaga pendidikan formal belum banyak berubah sejak ratusan tahun yang lalu. Gerry Simth, pimpinan River Oaks Elementary School melontarkan
pertanyaan: “Kalau seorang dokter yang
hidup 75 tahun yang lalu, lewat mesin waktu datang ke rumah sakit masa kini, bisakah dia melakukan
tugasnya? “Jawabnya tentu tidak bisa,
sebab peralatan kedokteran yang canggih asing baginya. Pertanyaan berikut :”
Bagaimana kalau seorang dosen 75 tahun yang lalu, datang ke ruang kuliah masa
kini ?” Jawabnya adalah tidak ada masalah, sebab ruangan yang persegi, papan
tulis, kursi dan susunan ruang kuliah, masih mirip-mirp saja.
e.
Perlu
kesadaran organisasi untuk terus belajar
Tidak ada
kesempatan untuk ikut bersaing saat ini, kecuali bagi organisasi yang mau
belajar terus menerus. Dan yang akan memnangkan persaingan adalah organisasi
yang belajar lebih cepat dari saingannya. Hal ini harus dicapai melalui
partisipasi tim di berbagai level. Jaringan antar tim bisa mengingatkan
kesadaran keseluruhan organisasi.
f.
Media
baru akan mengubah bentuk pendidikan
Melalui
internet, buku-buku dan informasi langka bisa diakses oleh jutaan manusia. Lokasi belajar sudah menembus dinding- dinding kelas. Dengan akses terbuka
ke dunia informasi, murid bisa melampaui guru
yang masih terpaku pada pola belajar masa lampau. Teknologi baru telah mengubah peran dosen menjadi motivator
dan fasilitator bagi mahasiswanya, tidak
lagi menjadi pengulang fakta. Objek ilmu pengetahuan bisa diperoleh dengan
menjelajahi situs di cyberspace. Mahasiswa ketika berada dimana saja bisa
mengikuti kuliah secara interaktip dari seseorang guru besar tersohor tentang
topik yang aktual. Mahasiswa juga bisa memutar ulang kuliah-kuliah yang
terlewat, diwaktu luangnya. Ujian bisa dilakukan sewaktu - waktu. Kurikulum
bisa lebih responsip kepada kebutuhan dan minat mahasiswa. Juga bisa diubah
sesuaikan kepada kebutuhan dunia usaha yang senantiasa berubah cepat. Dan
pesertanya adalah mahasiswa murni maupun pegawai dan pekerja yang tersebar
diberbagai tempat terpisah[5].
B.
Pendekatan
Studi Islam dalam Era Milenial
Generasi millennial adalah salah satu kelompok
usia dari beberapa kelompok pembagian subkultur berdasarkan usia. Pembagian
generasi, atau yang biasa disebut generasi kohort (generational cohorts)
merupakan salah satu hal yang perlu diperhatian dalam pengambilan keputusan
pemasaran manajerial. Fore mengungkapkan
bahwa generasi millennial lahir di antara tahun 1980 hingga 2000[6].
Selain itu Era informasi dan keterbukaan saat ini semakin
menunjukkan bahwa betapa pentingnya informasi tersebut. Perkembangan teknologi
informasi dan komunikasi (TIK) sudah demikian pesatnya berkembang. Generasi web
2.0 telah menggiring manusia untuk berlomba-lomba dalam berinteraksi dengan
komputer. Saat ini laptop dan note book bukan lagi merupakan barang yang
mewah dan langka. Hampir di setiap tempat selalu kita dapatkan orang yang
membuka laptop. Apalagi jika wifi area, maka pasti lebih mengasyikkan tentunya
karena orang tersebut akan semakin mudah berselancar ke internet. Tempat
favorit yang saat ini menjamur, misalnya: saat menunggu transportasi di halte,
stasiun, maupun di tempat tunggu lainnya. Bisa dibayangkan kira-kira sepuluh
tahun lagi akan seperti apa generasinya?.
Menurut pandangan penulis, maka pendapat Zuhal berikut dapat
sebagai wacana yang memungkinkan bisa diaplikasikan oleh perpustakaan dalam
menghadapi pesatnya perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK).
Menurut Zuhal, bahwa untuk menjamin tercapainya hasil dan daya guna suatu
proses pengalihan, penerapan, dan pengembangan iptek, maka ada beberapa prinsip
yang harus diperhatikan, antara lain:
1.
Perlunya diselenggarakan pendidikan dan pelatihan dalam berbagai bidang iptek
yang relevan.
2.
Perkembangan konsep yang jelas, realistis, dan dapat dilaksanakan secara
konsekuen tentang masyarakat yang ingin dibangun di masa depan serta teknologi
yang diperlukan untuk mewujudkannya.
3.
Teknologi bersifat tidak dapat dimengerti apabila hanya dikembangkan secara
abstrak, sehingga perlu ditekankan bahwa teknologi hanya dapat dikuasai dan
dikembangkan lebih lanjut jika masyarakat benar-benar menerapkan pemecahan
masalah secara konkret.
4.
Harus memiliki tekad yang kuat untuk berupaya sendiri dalam memecahkan masalah
teknologi yang dihadapi.
5.
Perkembangan kemampuan nasional di bidang teknologi biasanya pada tahap awal
masih memerlukan perlindungan, dan berlangsung sampai dengan tercapainya kemampuan
bersaing secara internasional[7].
Sedangkan Studi Islam adalah salah satu studi yang
mendapat perhatian di kalangan ilmuwan. Jika ditelusuri secara mendalam, Nampak
bahwa studi Islam mulai banyak dikaji oleh para peminat studi agama dan
studi-studi lainnya. Dengan demikian, studi Islam layak untuk dijadikan sebagai
salah satu cabang ilmufavorit. Artinya, studi Islam telah mendapat tempat dalam
percaturan dunia ilmu pengetahuan[8].
Dalam mempelajari Islam tidak bisa dipilih satu metode
saja, karena Islam adalah agama yang bukan mono-dimensi . Islam bukan
agama yang hanya didasarkan kepada intuisi mistis dari manusia dan terbatas
pada hubungan antara manusia dengan Tuhan. Ini hanyalah satu dimensi dari agama
Islam. Untuk mempelajari dimensi ini metode filosofis harus dipergunakan.
Dimensi yang lain dari agama Islam adalah masalah kehidupan manusia di bumi.
Untuk mempelajari ini harus dipergunakan metode-metode yang selama ini dipergunakan
dalam ilmu alam. Lalu Islam juga suatu agama yang membentuk masyarakat dan
peradaban. Untuk mempelajari dimensi ini maka metode sejarah dan sosiologi
harus dipergunakan.
Metode lain untuk memahami Islam adalah tipologi.
Metode ini yang oleh banyak ahli sosiologi dianggap obyektif berisi klasifikasi
topik dan tema sesuai dengan tipenya, lalu dibandingkan dengan topik dan tema
yang mempunyai tipe yang sama. Dalam hal agama Islam juga agama-agama lain,
kita dapat mengidentifikasikan lima aspek atau ciri dari agama itu, lalu
dibandingkan dengan aspek dan ciri yang sama dari agama-agama lain :
a.
Tuhan dari tiap agama ; yaitu sesuatu yang disembah oleh pengikut-pengikut
agama itu.
b. Nabi dari tiap agama; yaitu orang yang membawa
ajaran agama itu.
c.
Kitab dari tiap agama ; yaitu dasar peraturan yang diterangkan oleh agama yang
ditawarkan kepada manusia untuk mempercayai dan mengikutinya.
d.
Keadaan sekitar waktu munculnya Nabi dari tiap agama dan orang-orang yang
didakwahi.
e. Individu-individu
yang terpilih yang dihasilkan oleh agama itu[9].
Selanjutnya menuut versi Departemen Agama RI metode
mahami Islam yaitu :
1.
Metode diakonis atau metode sosio historis yaitu suatu metode mempelajari Islam
yang menonjolkan aspek sejarah atau metode pemahaman terhadap kepercayaan
sejarah atau kejadian dengan melihatnya sebagai suatu kenyataan yang mempunyai
kesatuan mutlak dengan waktu, tempat, kebudayaan, golongan dan lingkungan
dimana kepercayaan, sejarah atau kejadian itu muncul.
2.
Metode singkronis analitik, yaitu suatu metode mempelajari Islam yang
memberikan kemampuan analisis teoritik yang sangat berguna bagi perkembangan
keimanan, mental intelek umat Islam. Metode ini tidak semata-mata mengutamakan
segi aplikatif praktis, tetapijuga mengutamakan telaah kritik.
3.
Metode problem solving, yatu metode yang mengajak pemeluknya untuk berlatih
menghadapi berbagai masalah dari suatu cabang ilmu pengetahuan dengan
solusinya.
4.
Metode empiris, yaitu suatu metode yang memungkinkan umat Islam mempelajari
ajarannya melalui proses realisasi, aktualisasi dan internalisasi norma-norma
dalam kaidah Islam dengan suatu proses aplikasi yang menimbulkan suatu
interaksi sosial, kemudian secara deskriptif proses interaksi dapat dirumuskan
dalam suatu norma baru.
5. Metode deduktif yaitu suatu metode memahami Islam dengan cara
menyusun kaidah-kaidah secara logis dan filosofis, dan selanjutnya
kaidah-kaidah itu diaplikasikan untuk menentukan masalah-masalah yang dihadapi.
Metode ini diaplikasikan sebagai sarana untuk mengistinbatkan hukum-hukum
syara.
6.
Metode induktif yaitu suatu metode memahami Islam dengan cara menyusun
kaidah-kaidah hukum untuk diterapkan pada masalah furu’ yang disesuaikan
dengan mazhabnya terlebih dahulu. Metode pengkajiannya dimulai dari
masalah-masalah khusus, lalu dianalisis kemudian disusun kaidah hukum dengan
catatan setelah terlebih dahulu disesuaikan dengan faham mazhabnya[10].
Dari gambaran beberapa pendekatan
tentang pemahaman Islam dengan era millenial dapat disimpulkan bahwa pemahaman
Islam sebenarnya sudah sesuai dengan perkembangan zaman.
Dampak –dampak fisis dari penerapan
sains ini tentunya sudah dirasakan dalam realitas kehidupan dahuli dan saait
ini. Dengan demikian, pada hakekatnya sains tida dapat dipisahkan dari penerapannya,
baik dan buruk, sehingga sains tidak netral. Pernyataan ini, sudah barang
tentu, mengundang pertanyaan : “ sistem nilai siapa yang mempengaruhi sains?”.
Di sisi lain, sejak awal
kemunculannya, sains telah mengembangkan suatu pola di mana rasionalisme dan
empirisme menjadi pilar utama metode kelmuan (scientific method). Pola berpikir
sains ini ternyata telah berpengaruh luas pada pola pikir manusia di hampir
semua bidang kehidupannya. Sehingga, penilaian manusia atas realitas –realitas,
baik realitas sosial, individual, bahkan juga keagamaan, yang diukur
berdasarkan obyektif di mana ekspermen, pengalaman empiris, dan abtraksi
kuantitatif adalah cara-cara yang paling bisa dipercaya. Akibatnya, seperti
pengalaman ilmuwan yang ingin memanfaatkan sains untuk memamjukan masyarakat
India telah memungkinkan manusia untuk memandang setiap persoalan secara
obyektif dan membebaskan manusia dari ikatan-ikatan takhayul. Akan tetapi,
sains juga membebaskan manusia dari agamanya.
Sikap Umat Islam terhadap Globalisasi Menurut Abidin Anwar, respon
umat Islam terhadap fenomena globalisasi dapat dibagi menjadi tiga:
a.
Umat
Islam ingin ikut berperan aktif memasuki wilayah globalisasi dunia dengan
berusaha sekuat tenaga menempatkan diri agar sejajar dengan negara-negara
industri maju. Langkah yang diambil adalah dengan meningkatkan sumber daya
manusia dalam segala bidang, dan mereka juga siap dengan dampak yang timbul.
b.
Umat
Islam yang anti globalisasi dan mengambil jarak dengan harus mainstream ilmu
dan teknologi. Sikap ini diambil setelah melihat dampak negatif dari
globalisasi.
c.
Umat
Islam ingin mencari teknologi alternatif yang tidak berdampak terlalu negatif terhadap alam lingkungan dan kehidupan
manusia, namun cita-cita ideal ini masih dihadapkan pada kesulitan sumberdaya
manusia[11].
Dari paparan di atas, maka pilihan pertama merupakan pilihan ideal
bisa dilakukan jika moral umat Islam terutama generasi muda benar-benar mampu
memfilter berbagai dampak yang ditimbulkan oleh globalisasi, sedangkan pilihan
kedua sangat sulit terealisasi karena melepaskan diri dari jerat arus
globalisasi merupakan hal yang bisa dikatakan hampir mustahil karena
globalisasi ini telah mengakar sedemikian kuat, bahkan hingga ke pelosok desa.
Adapun pilihan ketiga pilihan alternatif yang layak dipilih oleh umat Islam, jika
sumber daya manusia yang berkualitas baik dalam segi iptek.
C.
Hubungan
Era Disrupsi Pendidikan dan Era Milenial dengan Sikap Peserta Didik MI
Era globalisasi
mengubah dunia dari berbagai hal. Kini, hiburan dengan konten audio visual
tidak lagi hanya dapat diperoleh dari media televisi, tetapi juga bisa melalui
internet, yaitu dengan melalui perangkat komputer maupun ponsel yang semakin
beragam bentuknya. Hal ini menyebabkan masyarakat semakin memiliki kemampuan
untuk menghindari iklan-iklan yang selama ini sering mereka lihat di media
sebelumnya seperti televisi. . Semakin meningkatnya kemampuan masyarakat untuk
menghindari iklan ini mendorong para pemasar untuk mencari jalan lain dalam
menyampaikan pesan mereka ke hadapan konsumen potensial.
Dalam bentuk lain Haidar Daulaby
merumuskan ciri-ciri pergaulan global yang terjadi saat ini dan masa-masa yang akan
datang sebagai berikut:
a. Terjadi pergeseran; dari konflik ideologi dan politik
kearah persaingan perdagangan, investasi, dan informasi; dari keseimbangan kekuatan
(balance of power) ke arah keseimbangan kepentingan (balance of interest).
b. Hubungan antar negara atau bangsa secara struktural
berubah dari sifat ketergantungan (dependency) kearah saling tergantung (interdependency); hubungan yang bersifat primodial
berubah menjadi sifat tergantung kepada posisi tawar-menawar (begaining position).
c. Batas-batas goegrafi hampir kehilangan arti
operasionalnya. Kekuatan suatu negara dan komunitas dalam interaksinya dengan
negara (komunitas lain) ditentukan oleh kemampuannya mamanfaatkan keunggulan
komparatif (comparatif
advantage) dan
keunggulan kompetitif (competitive
advantage)
d. Persaingan antar negara saling diwarnai oleh perang antar penguasaan
teknologi tinggi.
e. Terciptanya budaya dunia yang cenderung mekanistik,
efisien, tidak menghargai nilai dan norma yang secara ekonomi dianggap tidak
efisien[12].
Era
globalisasi sebagai ideologi adalah proyeksi kehidupan masa depan atau gejala
yang akan terjadi di kemudian hari berdasarkan sistem yang dominan di dalam masyarakat.
Tanda-tanda globalisasi yang diamati oleh Mastuhu terdiri dari tiga hal besar
yaitu:
a.
Globlisasi ditandai oleh menguatnya ruang pribadi. Ruang kebebasan
pribadi untuk mengekspresikan pendapat, jati diri, dan kepribadian semakin
menyempit karena banyaknya pesanpesan atau tuntutan-tuntutan dari kehidupan
modern yang harus dilaksanakan. Akibatnya beban moral semakin berat,
seolah-olah tidak ada lagi kemerdekaan pribadi untuk mengembangkan ide-ide aslinya.
Ditambah lagi nilai-nilai lama dijungkirbalikkan dan diganti dengan nilai-nilai
baru yang meterialistis.
b.
globalisasi adalah sebuah era kompetisi. Globalisasi
membesarkan tingkat kompetisi ekonomi politik antar bangsa baik dari kaca mata
perebutan kekeuasaan maupun kaca mata keseimbangan. Globalisasi bagi Daniel
Boorstin menjadikan dunia sebagai republik teknologi. Setiap negara lalu
dituntut untuk melakukan akselerasi yang tidak tanggung-tangung dalam industrialisasi
serta penguasaan IPTEK.
c.
Globalisasi berarti naiknya intensitas hubungan antar budaya,
norma sosial, kepentingan, dan ideologi antar bangsa. Internet dan
satelit-satelit komunikasi menghubungkan banyak negara di dunia seolah seperti
sebuah desa yang secara sosiologis sering disebut global village[13].
Walaupun demikian,
pendidikan Islam tidak luput dari problematika yang muncul di era global ini.
Terdapat dua faktor dalam problematika tersebut, yaitu faktor internal dan
faktor eksternal. Pertama. Faktor Internal. (a) Relasi
Kekuasaan dan Orientasi Pendidikan
Islam. Tujuan
pendidikan pada dasarnya hanya satu, yaitu memanusiakan manusia, atau
mengangkat harkat dan martabat manusia atau human dignity, yaitu
menjadi khalifah di muka bumi dengan tugas dan tanggung jawab memakmurkan kehidupan
dan memelihara lingkungan. Tujuan pendidikan yang selama ini diorientasikan
memang sangat ideal bahkan, lantaran terlalu ideal, tujuan tersebut tidak
pernah terlaksana dengan baik. (b) Masalah
Kurikulum. Sistem sentralistik
terkait erat dengan birokrasi atas bawah yang sifatnya otoriter yang terkesan
pihak “bawah” harus melaksanakan seluruh keinginan pihak “atas”. Dalam system
yang seperti ini inovasi dan pembaruan tidak akan muncul. Dalam bidang kurikulum
sistem sentralistik ini juga mempengaruhi output pendidikan. Tilar menyebutkan
kurikulum yang terpusat, penyelenggaraan sistem manajemen yang dikendalikan
dari atas telah menghasilkan output pendidikan manusia robot. Selain kurikulum
yang sentralistik, terdapat pula beberapa kritikan kepada praktik pendidikan
berkaitan dengan saratnya kurikulum sehingga seolah-olah kurikulum itu
kelebihan muatan. Hal ini mempengaruhi juga kualitas pendidikan. Anak-anak
terlalu banyak dibebani oleh mata pelajaran.(c) Pendekatan/Metode Pembelajaran.
Peran guru atau dosen sangat besar dalam meningkatkan
kualitas kompetensi siswa/mahasiswa. Dalam mengajar, ia harus mampu
membangkitkan potensi guru, memotivasi, memberikan suntikan dan menggerakkan
siswa/ mahasiswa melalui pola pembelajaran yang kreatif dan kontekstual
(konteks sekarang menggunakan teknologi yang memadai). Pola pembelajaran yang demikian
akan menunjang tercapainya sekolah yang unggul dan kualitas lulusan yang siap
bersaing dalam arus perkembangan zaman.
(d) profesionalitas
dan Kualitas SDM. Salah satu masalah besar yang dihadapi dunia pendidikan di
Indonesia sejak masa Orde Baru adalah profesionalisme guru dan tenaga pendidik
yang masih belum memadai. Secara kuantitatif, jumlah guru dan tenaga kependidikan lainnya agaknya sudah cukup
memadai, tetapi dari segi mutu dan profesionalisme masih belum memenuhi
harapan. Banyak guru dan tenaga kependidikan masih unqualified, underqualified,
dan mismatch,
sehingga mereka tidak atau kurang mampu
menyajikan dan menyelenggarakan pendidikan yang benar-benar kualitatif[14].
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dalam realitas sejarahnya,
pengembangan kurikulum Pendidikan Islam tersebut mengalami perubahan-perubahan paradigma,
walaupun paradigma sebelumnya tetap dipertahankan. Hal ini dapat dicermati dari
fenomena berikut:
1.
Perubahan dari tekanan pada
hafalan dan daya ingat tentang teks-teks dari ajaran-ajaran agama islam, serta disiplin
mental spiritual sebagaimana pengaruh dari timur tengah, kepada pemahaman
tujuan makna dan motivasi beragama islam untuk mencapai tujuan pembelajaran
Pendidikan Islam.
2.
Perubahan dari cara
berfikir tekstual, normatif, dan absolutis kepada cara berfikir historis,
empiris, dan kontekstual dalam memahami dan menjelaskan ajaran-ajaran dan
nilai-nilai islam.
3.
Perubahan dari tekanan dari
produk atau hasil pemikiran keagamaan islam dari para pendahulunya kepada
proses atau metodologinya sehingga menghasilkan produk tersebut.
4. Perubahan dari pola pengembangan kurikulum pendidikan
islam yang hanya mengandalkan pada para
pakar dalam memilih dan menyusun isi kurikulum pendidikan islam ke arah
keterlibatan yang luas dari para pakar, guru, peserta didik, masyarakat untuk
mengidentifikasikan tujuan Pendidikan Islam dan cara-cara mencapainya.
Ajaran agama Islam
mewajibkan umat pemeluknya supaya sanggup menjadi umat yang terpelajar, di mana
jumlah orang yang berpendidikan harus semakin meningkat, sedangkan jumlah orang
yang tidak berpendidikan akan terus berkurang dan akhirnya lenyap. Pendidikan
adalah proses mempersiapkan masa depan anak didik dalam mencapai tujuan hidup secara
efektif dan efisien. Pendidikan Islam membimbing anak didik dalam perkembangan
dirinya, baik jasmani maupun rohani menuju terbentuknya kepribadian yang utama
pada anak didik nantinya yang didasarkan pada hukum-hukum Islam.
DAFTAR
PUSTAKA
A. Malik Fajar”, Jurnal lmiah DIDAKTIKA, Agustus 2015 Vol.. 16,
No.I.
Bambang
Pranggono, “Pendidikan Tinggi di Era Digital dan Tantangan bagi Unisba”. Mimbar
Jurnal Sosial dan pembangunan, Vol. XVII, No.1 Januari –Maret 2001.
Dr.
Hartono, M.Si, “Profesi Bimbingan dan Konseling di Era Disrupsi : Peluang dan
Tantangan”. Universitas PGRI Adi Buana Surabaya.
Endang
Fatmawati, Pergeseran Generasi Millenial”. Pustakawan pada Perpustakaan
Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro (FE Undip), Semarang. Jawa Tengah.
Etistika
Yuni Wijaya, Dwi Agus Sudjitmat, Amar Nyoto, “Transformasi Pendidikan Abad 21
sebagai Tuntutan Pengembangan Sumber Daya Manusia di Era Golbal”, Prosiding
Seminar Nasional Pendidikan Matematika 2016-Universitas anjuruhan Malang, Vol.
1 , Tahun 2016-ISSN 2528-259X.
Placement
Smarphone Samsung S7”, Program Studi Manajeman Fakultas Ekonomi Universitas
Atma Jaya Yogyakarta.
Rusniati, “ Pendidikan Nasional dan Tantangan Globalisasi: Kajian
Kritis terhadap Pemikiran.
Stefani
Andriani, E.Dita Septiani, “pengaruh Dimensi Sikap Generasi Millennial pada
Product
Siti
Zulaiha, “Pendekatan Metodologid dan Teologis bagi Pengembangan dan Peningkatan
Kualitas guru MI”, Ar-Riayah : Jurnal Pendidikan Dasar vol.1 no. 01, 2017.
Syamsirin,
“Tinjauan Filosofis Tantangan Pendidikan Pada Era Globalisasi”, Jurnal At-Ta’tib.
Vol. 7, No. 2, Desember 2012.
Nur
Hidayat, “Peran dan Tantangan Pendidikan Agama Islam di Era Global”, Jurnal Pendidikan
Agama Islam, Vol.XXII, No. 1, Juni 2015.
Zakiyudin
Baidhawy, “ Studi Islam Pendekatan dan Metode”, Pustaka Insan Madani,
Yogyakarta, 2011.
[1] Rusniati, “
Pendidikan Nasional dan Tantangan Globalisasi: Kajian Kritis terhadap Pemikiran
A. Malik Fajar”, Jurnal lmiah DIDAKTIKA, Agustus 2015 Vol.. 16, No.I, h. 107.
[2] Ibid. h.108
[3] Etistika Yuni
Wijaya, Dwi Agus Sudjitmat, Amar Nyoto, “Transformasi Pendidikan Abad 21
sebagai Tuntutan Pengembangan Sumber Daya Manusia di Era Golbal”, Prosiding
Seminar Nasional Pendidikan Matematika 2016-Universitas anjuruhan Malang, Vol.
1 , Tahun 2016-ISSN 2528-259X, h.264.
[4] Dr. Hartono,
M.Si, “Profesi Bimbingan dan Konseling di Era Disrupsi : Peluang dan
Tantangan”. Universitas PGRI Adi Buana Surabaya, h.2.
[5] Bambang Pranggono,
“Pendidikan Tinggi di Era Digital dan Tantangan bagi Unisba”. Mimbar Jurnal
Sosial dan pembangunan, Vol. XVII, No.1 Januari –Maret 2001. h.3.
[6] Stefani
Andriani, E.Dita Septiani, “pengaruh Dimensi Sikap Generasi Millennial pada
Product Placement Smarphone Samsung S7”, Program Studi Manajeman Fakultas
Ekonomi Universitas Atma Jaya Yogyakarta.
[7] Endang
Fatmawati, Pergeseran Generasi Millenial”. Pustakawan pada
Perpustakaan Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro (FE Undip), Semarang. Jawa
Tengah.
[8] Siti Zulaiha,
“Pendekatan Metodologid dan Teologis bagi Pengembangan dan Peningkatan ualitas
guru MI”, Ar-Riayah : Jurnal Pendidikan Dasar vol.1 no. 01, 2017. H. 47.
[9] Siti
Zulaiha,......................h. 50.
[10] Siti
Zulaiha,...........................h.52.
[11] Syamsirin, “Tinjauan
Filosofis Tantangan Pendidikan Pada Era Globalisasi”, Jurnal At-Ta’tib. Vol.
7, No. 2, Desember 2012. h. 262.
[12]
Syamsiri,.........................................h. 263.
[13]
Syamsiri,.........................................h. 265.
[14] Nur Hidayat, “Peran
dan Tantangan Pendidikan Agama Islam di Era Global”, Jurnal Pendidikan Agama
Islam, Vol.XXII, No. 1, Juni 2015. h.64.
How to make money from gambling - WorkNow
BalasHapusWhen betting on poker, you'll be kadangpintar betting on the player febcasino to win more money. The difference is that you're placing bets on the player who หาเงินออนไลน์ wins